Ada dua nikmat
yang seringkali dilupakan manusia, yaitu nikmat kesempatan dan nikmat
kesehatan. Kedua nikmat tersebut baru terasa penting ketika dia hilang
dari genggaman. Kita baru merasakan nikmatnya waktu luang ketika kita
tengah dilanda kesibukan. Kita baru merasakan betapa besarnya anugerah
masa muda ketika kita sudah tua renta. Kita pun akan merasakan nikmatnya
sehat setelah kita sakit, nikmatnya mata normal setelah mata terserang
penyakit rabun, nikmatnya lidah yang sehat setelah sariawan, dan
seterusnya.
Untuk menjadi
hamba yang bersyukur, idealnya kita selalu mengingat nikmat-nikmat Allah
tersebut dalam setiap saat. Yang lebih utama tentu ketika kita sehat
dan kuat. Tentu juga tidak sekadar ingat, kita bisa melangkah maju
dengan memanfaatkan nikmat tersebut untuk beramal saleh, baik amal yang
bersifat individu maupun amal yang bersifat sosial. Sayang sekali, tidak
setiap orang mampu istikamah dalam menjaga sikap syukur nikmat
tersebut. Terkadang kita lupa akan nikmat Allah, bahkan mengingkarinya.
Oleh karena
itu, untuk menjaga ingatan akan besar karunia Allah berupa nikmatnya
sehat, seseorang perlu diingatkan akan kondisi yang bertolak belakang
dengan kondisinya sekarang ini. Salah satu cara yang paling efektif
adalah dengan menjenguk orang sakit.
Dalam hal ini,
seorang teman yang juga seorang penulis malah memiliki kebiasaan unik.
Setiap dua sampai tiga kali sebulan sekali dia berkunjung ke rumah
sakit, melihat orang-orang yang terbujur di bangsal, berdialog dengan
beragam pasien, dan membawakan sedikit buah tangan untuk mereka. Bagi
kawan saya ini, mengunjungi orang-orang yang tengah sakit tidak hanya
menjadi sumber inspirasi untuk tulisan-tulisanya, akan tetapi—dan ini
yang lebih penting—dia bisa bersyukur kepada Allah Swt. atas anugerah
kesehatan dan kekuatan yang tengah dinikmatinya, mengingatkannya akan
kematian yang tidak tahu kapan datangnya, dan menjadikan hatinya
senantiasa hidup untuk ikut merasakan penderitaan orang-orang yang tidak
seberuntung dirinya. “Vitamin jiwa itu ada di bangsal-bangsal rumah
sakit,” ujarnya..
“Siapa yang tidak mensyukuri nikmat Allah
sama artinya dengan berusaha menghilangkan nikmat itu.
Siapa yang bersyukur atas nikmat
berarti telah mengikat nikmat itu dengan ikatan yang kuat lagi kokoh.”
— Ibnu Atha’ilah —
0 komentar:
Posting Komentar